Selasa, 21 Agustus 2007

syukuran wisuda

Tahun ini, keluarga Ikpi Jogja banyak yang berbahagia. Soalnya, banyak di antara mereka yang alhamdulilah telah diwisuda dan insyaallah akan diwisuda. semoga stelah diwisuda, mereka bisa memberikan sedikit dari ilmu yang telah mereka dapatkan untuk kemajuan kehidupan.

Dunia ini membutuhkan anak-anak muda yang memiliki perspektif dan pandangan hidup maju. semoga melalui pendidikan tinggi yang mereka tempuh bisa memberi sedikit enlightning, baik untuk mereka sendiri maupun ummat. Mereka yang telah diwisuda tahun ini (dan juga tahun sebelumnya), antara lain: Sri Adekayanti, Muhammad Rifki Fahmi, Henny Anita Hasyim Salengke, Milla Laras, Miftahurrahmi, Naning Setiawati, Eva, dan Abdul Azies. sementara yang akan diwisuda akhir tahun ini: Roswati, Ifan Supriadi, dan Taqdir Maesan Anorawi.

Selamat Wisuda ya!!!!

Yang mau ngelamar kerja moga cepet dapat kerja, yang mau ngelanjutin kuliah moga dipermudah, yang mau nikah moga cepet dapat jodoh, yang mau jadi Kades juga moga sukses kampanyenya,
he-he-he...

Oya, pertengahan bulan Juli lalu, salah seorang yang sudah diwisuda (M. Rifki Fahmi), ngadakan syukuran. Makan-ma
kan bo!!!

Akhirnya anak-anak Ikpi Jogja memilih tempat makannya di Pantai Depok, tempatnya di selatan Jogja. Pantainya Oke banget; n untuk makan, ikan-ikannya pilih sendiri euy... enak banget pokonya. bahasa Jogjany
a: ueenak tenan poko'ee! Acaranya seru, n asyik abieezzz. Mau?

Nih dia foto-fotonya, (tapi maaf, agak narsis memang):1. Ikannya pilih sendiri lho. "sekilonya berapa bu?"
2. Semua yang dipesan habis wak...
3. Emang, kalo lagi makan, semua pada berebut.
4. Masih kurang mas...??!!


1. Ega, Heru, Ardi, Aziez "n Faris berpose ala cover boy... keren kan?
2. Selepas makan, semua pada protes ke Rifki. bukan karena gak kebagian,tapi kurang banyak katanya...
3. Khaerunnisa', Asmayanti, kayanya sih lagi sms, (serius banget..)
Henny "n Yuly, lagi menikmati udara pantai yang adu hai...
4. Nih dia, cah-cah Ikpi Jogja. yang narsis abiez, pastinya.

Senin, 20 Agustus 2007

kabar gembira: ada yang nikah...

Bulan Juli lalu, beberapa orang anggota Ikpi Jogja berangkat ke Sragen, untuk menghadiri acara pernikahan salah seorang anggota Ikpi Malang, Rahmat Aminullah. Am mempersunting wanita asal Sragen pada tanggal 07/07/07 (untung acaranya gak ikutan jam 7, tar jadi rekor nasional).

Pernikahan tersebut selain dihadiri keluarga, juga beberapa teman dan sahabat (Ikpi) dari Jogja, Malang dan Solo. Uih, acaranya rame banget poko'ee. Yang asyiknya lagi, teman-teman dari Jogja datangnya pake motor. Start dari Jogja jam 10:00 malam, nyampe Solo jam 11:30. Akhirnya, mereka (numpang) nginap dulu di Solo sekalian ketemu keluarga Ikpi solo. Walaupun malam itu semuanya pada gak tidur (habis pada maen ketrambol!!!) tapi teteep, kuat (sekitar 60 km bo... gak tidur n pake berhenti). Pokonya seru banget lah...

Ni dia foto-fotonya:


1. ini namanya "Singang", masakan paling ueenak sedunia. mampir di Solo, tak lupa menyantap singang yang di masak Ikpi Solo. uih, sedep beneer...
2. Sesampainya di sragen, istirahat sejenak menghirup udara pagi. kaya personil anak-anak Band ya?
3. tiba di Solo jam 11:30. mampir dulu makan di Angkringan. tapi jujur, Angkringan Jogja kayanya lebih enak deh...
4. ni dia, malam sebelum ke Sragen, semuanya pada maen Kerambol. gak tidur bo!!!


1. anak-anak jogja foto bareng Am dan istrinya
2. wah.. aya Tima khidmat menyaksikan prosesi akad nikah. jadi terharu!!
3. ni dia anak-anak ikpi jogja. masuk ke acara inti bo!. makan... makan... dan makan... yuk...!
4. perjalan ke lokasi acara. cekep-cakep kan?
(narsis abiiez!)

Senin, 13 Agustus 2007

Hermeneutika

JIKA anda membaca tulisan ini, dan berharap menemukan definisi dari kata “hermeneutika” di dalamnya, anda keliru. Tulisan ini bukan tentang itu. Saya tidak akan berbicara tentang definisi, atau setidaknya memaparkan gagasan para pemikir hermeneutika modern, seperti F. Schleiermacher, Wilhelm Dilthey, Martin Heidegger, Rudolf Bultmann, George Gadamer, Betti, Jurgen Habermas, ataupun Paul Ricoeur. Tidak! Sejenak, saya hanya ingin mengajak anda berfikir. Itu saja.

Di dunia seperti apakah kita hidup saat ini? Apakah kita terjebak dalam globalisasi yang menelurkan budaya pop? budaya yang–sebagaimana dikatakan Adorno–selalu menampilkan wajah kepopuleran yang penuh antagonis. Ataukah di zaman simbolisme? Generasi saat ini seolah beramai-ramai menyematkan simbol di dadanya. Anak-anak muda gemar “meniru” gaya tertentu: punk, pop, gaul, metro, dll. Atau jangan-jangan kita malah hidup di tengah arus “tanpa realitas” (hiperrealitas)? Dunia yang sudah tidak lagi memiliki realitas dalam dimensi ruang dan waktu; semuanya menjadi serba cyber, dan virtual. Simbol, tanda, prilaku, teks, yang katanya merepresentasikan realitas, dianggap bukanlah realitas itu sendiri. Entahlah! Yang jelas kini semuanya terasa terdistorsi…
Saya rasa, manusia adalah makhluk yang selalu ingin memahami (sejarah) masa lalu dan masa kininya. Namun untuk memahami “tindakan yang mengandung makna” tersebut, tidak dapat dibahas begitu saja berdasarkan metode ilmu-ilmu alam; akan tetapi melalui hermeneutika. Salah satu cara hermeneutika mempelajari masa lalu adalah melalui tulisan (teks). Namun pada perkembangannya, “teks” tidak lagi dimakani sebatas bahasa tulisan semata, akan tetapi berkembang dalam pengertian luas, seperi; tanda, simbol, ritual keagamaan, karya sastra, sejarah, psikologi dan lainnya.
Kini “tindakan yang bermakan”, seperti; tanda, simbol, sastra, sejarah, dll. itu juga dianggap sebagai teks. Karena tindakan yang bermakna tersebut memiliki karakter yang sama dengan “teks”, yang maknanya harus ditafsirkan.

Akan tetapi dalam menafsirkan masa lalunya melalui “teks”, pemahaman manusia selalu terbatas oleh cakrawalanya (horizon); terbatas oleh konteks sejarah di mana dan kapan dia hidup. Manusia senantiasa terjebak dalam kecenderungan cara pandangnya di masa kini. Maka dalam hal ini, menurut Dilthey (1833-1911), di sinilah pentingnya hermeneutika sebagai metode penafsiran. Di mana “makna” tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial-historisnya. Ya, saya setuju dengan ini…
Dalam menafsirkan sesuatu, manusia menghadapi dua permasalahan sentral, yaitu: (1) bagaimana mencapai kebenaran (obyektif), dan (2) terkait masalah prosedur penafsiran. Nah, bagaimana sebenarnya metode hermeneutika menjelaskan hal ini? Lantas apakah hermeneutika juga bertujuan mencapai penafsiran yang obyektif akan sebuah “teks”? atau ia hanya sebatas cara mendeskripsikan Dasein dalam temporalitas dan historikalitasnya? Lagi-lagi, saya tidak akan menjelaskan hal itu. Saya rasa anda bisa mempelajarinya sendiri. Anda pun bisa membuka lembar demi lembar halaman buku para pemikir yang saya sebutkan tadi. Itu pun jika anda mau, bukan?
Manakah yang disebut riil itu? Apakah tindakan yang bermakna, seperti teks, simbol, tanda, sastra, ritual keagamaan, sejarah, dan lainnya itu adalah sesuatu yang riil, atau setidaknya merepresentasikan realitas? Jika Hassan Hanafi mengatakan bahwa itu semua hanyalah sebuah “teks” yang menggambarkan realitas, dan bukan realitas itu sendiri, lantas yang mana yang disebut riil itu? O, rupanya anda mulai berfikir sekarang. Maafkan jika sedikit mengernyitkan dahi anda. Teruskanlah! Anda akan menemukan jawabannya. Tapi ingat, semakin anda ingin mencari tahu, anda akan menyadari, semakin dalam pula yang harus anda selami. Itu wajar, setidaknya anda bisa belajar, bukan? Nikmati sajalah hal tersebut!

Oleh: Faris alfadh