Senin, 24 Maret 2008

kuliner

Siapa yang tidak kenal Jogjakarta? Kota yang dipimpin oleh seorang Raja yang sekaligus sebagai Gubernur Yogyakarta ini memang lebih dikenal sebagai kota pelajar. Tentu hal ini karena begitu banyaknya jumlah sekolah dan Universitas yang tumbuh di Jogja. Selain itu, banyak pula orang-orang “besar” Indonesia yang pernah besar dan menimba ilmu di kota ini. Ada Amien Rais, Syafiie Maarif, Kuntowijoyo, Emha Ainun Nadjib, Rendra, Soeharto, Hidayat Nurwahid, bahkan SBY pun pernah bertugas di sini…


Jogja juga sering diidentikkan dengan kota budaya. Nuansa budaya sangat dihargai di sini. Tidak heran jika anda sesekali berjalan mengitari kota, anda akan merasakan kenyamanan dan sedikit demi sedikit akan mencium aroma budaya yang menempel di sudut-sidut kota, taman, dan bahkan para pejalan kakinya. Ini terlihat dengan begitu banyaknya pagelaran, teater, baca puisi, komnitas buku, sastra, dan banyak lagi…


Namun, ada satu lagi yang sebenarnya membuat Jogja sangat “khas”, yakni MAKANAN. Jogja adalah kota multicultural, maka tidak heran jenis kuliner juga sangat multi-ragam di sini. Mulai dari macam-macam soto dan bakso, sate, nasi padang, nasi uduk, ayam bakar taliwang, hingga masakan China, Jepang, semuanya ada di kota yang terbilang kecil ini.

  1. Ikan goreng atau bakar juga uenak...
  2. Tentu lebih enak bila disantab bersama


Akhir-akhir ini, ada kebiasaan baru di antara sebagian teman-teman IKPI Jogja: KULINER. Sebagian dari kami mulai gemar mencicipi aneka ragam masakan, dan ternyata kesimpulannya adalah: WISATA KULINER itu sangat menyenangkan. Mungkin anda perlu mencobanya sesekali, dan tidak harus di Jogja. Di tempat anda juga tidak kalah menyenangkannya. PASTI.

  1. Bakso Arema tiada duanya, hmmm...
  2. Ingin mencoba?


Namun dari semua jenis kuliner yang ada di Jogja, ada satu makanan yang (kami yakin) tidak ada di daerah lain. Makanannya sangat special dan tentu saja murah (dianjurkan hanya untuk mahasiswa). Namanya ANGKRINGAN. Nasi bungkus seharga 500 perak dengan aneka lauk di dalamnya. Nasi ini biasanya di temani dengan aneka gorengan tempe, tahu. Akan sangat nikmat bila disantap dengan Ceker Ayam dan sate telur atau ayam. Lalu ditutup dengan segelas the hangat. Hmmm… Ingin mencoba?
















Angkringan Pak Pur is the best....



Tapi sabar dulu, tarik nafas dulu sebelum anda tahu bahwa di Jogja jenis nasi ini juga dikenal juga dengan nama NASI KUCING. Hmmm, mungkin filosofinya karena ukuran nasi ini yang super small (seperti nasi untuk kucing), cukup kecil dan sedikit bagi mereka yang banyak makan. Tapi jangan cemas, angkringan sangat nikmat, dan tidak seperti yang anda bayangkan sebelumnya. Bagi anda yang ingin mencoba, kami punya beberapa referensi angktringan enak. Angkringan Pak Pur salah satunya (foto atas).

Selasa, 26 Februari 2008

jogja at night

Bagi sebagian orang yang pernah menghabiskan waktunya di Jogja, kota pelajar ini sangat nyaman dan menyenangkan. Sebagian dari mereka menganggap Jogja adalah bagian dari hidup yang (mungkin) sulit mereka lupakan. Ya, Jogja penuh dengan kenangan.


Mungkin anda tidak akan menemukan kota lain di Indonesia selain Jogja yang penuh dengan orang-orang yang menghabiskan malam mereka menunggu pagi di sudut kotanya tanpa rasa takut sedikitpun. Tidak ada pemalak, tidak ada kegaduhan, tidak ada pemabok liar, yang ada hanya orang-orang yang “sepakat” untuk menikmati malam indah dalam senda gurau yang seru. Dan terpenting, Jogja selalu hidup dengan para kaum insomnianya yang memenuhi udara malioboro dengan discourses.


Kami yang sekarang hidup di Jogja tidak pernah merasa bosan untuk selalu menatap sudut-sudut kota yang penuh kenangan. Terutama suasana di malam hari. Di malam hari Jogja selalu menampakkan wajahnya yang berbeda. Sebuah wajah yang teduh dan nyaman. Di mana tukang becak menunggu dengan setia, pengamen jalanan yang ramah, pedagang kaki lima yang hangat, semuanya menyajikan keunikan budaya.


Beberapa dari kami mencoba menangkap suasana Jogja di malam hari. Ini dia wajah Jogja tersebut:


  1. malioboro begitu menyenangkan.
  2. depan Ambarukmo Plazza. sebenarnya mau masuk, tapi diusir satpam. hehe...
  3. public area. taman pintar, biar pintar.
  4. the fantastic four.


  1. monumen serangan umum 1 maret. serangan yang dipimpin kolonel Soeharto.
  2. bersiap ala motor GP.
  3. menunggu receh di kali code...
  4. sudut malioboro. indah kan?

  1. menghitung bintang.
  2. this is the last of the mohikpi.
  3. sudut malioboro jam 01.00 malam. para penunggunya udah pada kabur.
  4. paman dan ponakannya...

  1. jogja di malam hari menawarkan keindsahan.
  2. frank sendiri.
  3. wajah keceriaannn.

Sabtu, 23 Februari 2008

kabar wisuda

Periode 2007/2008 nampaknya tahun bahagia bagi kami IKPI Jogja. Gimana nggak, periode ini banyak dari kami yang Alhamdulillah bisa menyelesaikan studinya setelah sekian hari, minggu, bulan, bahkan abad (eh salah, tahun deng!) menghadapi masa kuliah yang bĂȘte abies… Akhirnya diwisuda juga (ah legaaa...).


Setelah tahun lalu salah satu di antara kami diwisuda (Rifki), akhirnya banyak juga yang nyusul. Di antaranya: Henny Anita, Nurfitriah (bulan September), Roswati (bulan Oktober), dan Ifan Supriadi di penghujung tahun 2007 (akhirnya anak satu ini diwisuda juga).


Di awal tahun 2008 ini, Alhamdulillah dua orang di antara kami akan diwisuda pada bulan Maret depan. Mereka adalah Johan Wahyudi dan Muhammad Faris Alfadh yang sama-sama mengambil jurusan Hubungan Internasional di UMY. Hari ini mereka resmi dikukuhkan sebagai sarjana setelah mengikuti seremonial acara Yudisium (Akhirnya gelar S.IP. dapat juga, hehe).


Selamat Ya atas gelarnya!!! Semoga kedepan semakin sukses. Karena ini baru permulaan dari perjuangan panjang yang sebenarnya di masyarakat (sok serius neh). Dan untuk teman-teman yang lain moga cepat nyusul ya..!

Ni dia foto mereka waktu Yudisium:

Sssttt.... jangan berisik, acara sudah dimulai.


Faris bareng teman angkatannya.. Actionn!!!

Johan sepertinya bahagia sekali... S.IP, wak....

Oya, pada tahun ini banyak juga di antara kami yang merencanakan untuk segera menyelesaikan studi mereka. Mereka di antaranya Yudi Fatriawan (Bang Adji), Heru Kurniawan Putra (Mister Fox), dan Ardi Juliansyah (Frenk). Kita doakan semoga rencana mereka juga berhasil, Oke!

SEMANGAATTTT!!!!

Minggu, 16 September 2007

sebuah buku karya anak al ikhlas

"DALAM beberapa tahun terakhir ini, bermunculan penulis dari generasi muda. Pemikiran-pemikiran kalangan muda tersebut membahas berbagai aspek, baik yang menyangkut pemikiran keislaman, maupun hal-hal yang bersifat umum.
Di antara pemikiran-pemikiran tersebut terdapat pula yang bersifat kritis, yang kadang menggugat khazanah pemikiran lama. Sebagai sebuah wacana, tentu saja setiap pemikiran memiliki hak untuk tumbuh dan mekar di ruang publik. Namun yang jelas, pemikiran apapun termasuk pemikiran kritis selalu harus terbuka pada kritik itu sendiri, sehingga terjadi dinamika pemikiran.
Buku Muhammad Faris Alfadh ini, kiranya patut diberi apresiasi atau penghargaan. Ia tampil untuk meramaikan wacana berbagai aspek kehidupan yang terjadi. Sebuah keberanian untuk mempublikasikan hasil refleksi, tanpa canggung sebagaimana lazimnya kaum muda."
DR. H. Haedar Nashir, M.Si.
Ketua PP Muhammadiyah
Pada Pengantar Buku INCUNABULA, Muhammad Faris Alfadh
_________________________________________________

Teman-teman, Ini adalah buku karya salah seorang anggota IKPI Jogja, Muhammad Faris Alfadh. Pengantarnya dari DR. Haedar Nashir, M.Si. Ketua PP Muhammadiyah.Sekarang bukunya sudah naik cetak. Insyalah minggu depan sudah launcing! Acara launcingnya diadakan di Kampus penulisnya, UMY. Rencananya, launcing tersebut akan diadakan dengan format Bedah Buku, yang akan menghadirkan beberapa tokoh untuk membedahnya. Bagi anggota IKPI Jogja, silahkan hadir! Info tempat dan kapan acaranya, menyusul. Tapi yang jelas minggu depan, sambil berbuka puasa. Gratiss!!!Jangan lupa beli and baca ya! Judulnya INCUNABULA; Anak Muda Mengubah Sejarah Lewat Kata-kata.

Selasa, 21 Agustus 2007

syukuran wisuda

Tahun ini, keluarga Ikpi Jogja banyak yang berbahagia. Soalnya, banyak di antara mereka yang alhamdulilah telah diwisuda dan insyaallah akan diwisuda. semoga stelah diwisuda, mereka bisa memberikan sedikit dari ilmu yang telah mereka dapatkan untuk kemajuan kehidupan.

Dunia ini membutuhkan anak-anak muda yang memiliki perspektif dan pandangan hidup maju. semoga melalui pendidikan tinggi yang mereka tempuh bisa memberi sedikit enlightning, baik untuk mereka sendiri maupun ummat. Mereka yang telah diwisuda tahun ini (dan juga tahun sebelumnya), antara lain: Sri Adekayanti, Muhammad Rifki Fahmi, Henny Anita Hasyim Salengke, Milla Laras, Miftahurrahmi, Naning Setiawati, Eva, dan Abdul Azies. sementara yang akan diwisuda akhir tahun ini: Roswati, Ifan Supriadi, dan Taqdir Maesan Anorawi.

Selamat Wisuda ya!!!!

Yang mau ngelamar kerja moga cepet dapat kerja, yang mau ngelanjutin kuliah moga dipermudah, yang mau nikah moga cepet dapat jodoh, yang mau jadi Kades juga moga sukses kampanyenya,
he-he-he...

Oya, pertengahan bulan Juli lalu, salah seorang yang sudah diwisuda (M. Rifki Fahmi), ngadakan syukuran. Makan-ma
kan bo!!!

Akhirnya anak-anak Ikpi Jogja memilih tempat makannya di Pantai Depok, tempatnya di selatan Jogja. Pantainya Oke banget; n untuk makan, ikan-ikannya pilih sendiri euy... enak banget pokonya. bahasa Jogjany
a: ueenak tenan poko'ee! Acaranya seru, n asyik abieezzz. Mau?

Nih dia foto-fotonya, (tapi maaf, agak narsis memang):1. Ikannya pilih sendiri lho. "sekilonya berapa bu?"
2. Semua yang dipesan habis wak...
3. Emang, kalo lagi makan, semua pada berebut.
4. Masih kurang mas...??!!


1. Ega, Heru, Ardi, Aziez "n Faris berpose ala cover boy... keren kan?
2. Selepas makan, semua pada protes ke Rifki. bukan karena gak kebagian,tapi kurang banyak katanya...
3. Khaerunnisa', Asmayanti, kayanya sih lagi sms, (serius banget..)
Henny "n Yuly, lagi menikmati udara pantai yang adu hai...
4. Nih dia, cah-cah Ikpi Jogja. yang narsis abiez, pastinya.

Senin, 20 Agustus 2007

kabar gembira: ada yang nikah...

Bulan Juli lalu, beberapa orang anggota Ikpi Jogja berangkat ke Sragen, untuk menghadiri acara pernikahan salah seorang anggota Ikpi Malang, Rahmat Aminullah. Am mempersunting wanita asal Sragen pada tanggal 07/07/07 (untung acaranya gak ikutan jam 7, tar jadi rekor nasional).

Pernikahan tersebut selain dihadiri keluarga, juga beberapa teman dan sahabat (Ikpi) dari Jogja, Malang dan Solo. Uih, acaranya rame banget poko'ee. Yang asyiknya lagi, teman-teman dari Jogja datangnya pake motor. Start dari Jogja jam 10:00 malam, nyampe Solo jam 11:30. Akhirnya, mereka (numpang) nginap dulu di Solo sekalian ketemu keluarga Ikpi solo. Walaupun malam itu semuanya pada gak tidur (habis pada maen ketrambol!!!) tapi teteep, kuat (sekitar 60 km bo... gak tidur n pake berhenti). Pokonya seru banget lah...

Ni dia foto-fotonya:


1. ini namanya "Singang", masakan paling ueenak sedunia. mampir di Solo, tak lupa menyantap singang yang di masak Ikpi Solo. uih, sedep beneer...
2. Sesampainya di sragen, istirahat sejenak menghirup udara pagi. kaya personil anak-anak Band ya?
3. tiba di Solo jam 11:30. mampir dulu makan di Angkringan. tapi jujur, Angkringan Jogja kayanya lebih enak deh...
4. ni dia, malam sebelum ke Sragen, semuanya pada maen Kerambol. gak tidur bo!!!


1. anak-anak jogja foto bareng Am dan istrinya
2. wah.. aya Tima khidmat menyaksikan prosesi akad nikah. jadi terharu!!
3. ni dia anak-anak ikpi jogja. masuk ke acara inti bo!. makan... makan... dan makan... yuk...!
4. perjalan ke lokasi acara. cekep-cakep kan?
(narsis abiiez!)

Senin, 13 Agustus 2007

Hermeneutika

JIKA anda membaca tulisan ini, dan berharap menemukan definisi dari kata “hermeneutika” di dalamnya, anda keliru. Tulisan ini bukan tentang itu. Saya tidak akan berbicara tentang definisi, atau setidaknya memaparkan gagasan para pemikir hermeneutika modern, seperti F. Schleiermacher, Wilhelm Dilthey, Martin Heidegger, Rudolf Bultmann, George Gadamer, Betti, Jurgen Habermas, ataupun Paul Ricoeur. Tidak! Sejenak, saya hanya ingin mengajak anda berfikir. Itu saja.

Di dunia seperti apakah kita hidup saat ini? Apakah kita terjebak dalam globalisasi yang menelurkan budaya pop? budaya yang–sebagaimana dikatakan Adorno–selalu menampilkan wajah kepopuleran yang penuh antagonis. Ataukah di zaman simbolisme? Generasi saat ini seolah beramai-ramai menyematkan simbol di dadanya. Anak-anak muda gemar “meniru” gaya tertentu: punk, pop, gaul, metro, dll. Atau jangan-jangan kita malah hidup di tengah arus “tanpa realitas” (hiperrealitas)? Dunia yang sudah tidak lagi memiliki realitas dalam dimensi ruang dan waktu; semuanya menjadi serba cyber, dan virtual. Simbol, tanda, prilaku, teks, yang katanya merepresentasikan realitas, dianggap bukanlah realitas itu sendiri. Entahlah! Yang jelas kini semuanya terasa terdistorsi…
Saya rasa, manusia adalah makhluk yang selalu ingin memahami (sejarah) masa lalu dan masa kininya. Namun untuk memahami “tindakan yang mengandung makna” tersebut, tidak dapat dibahas begitu saja berdasarkan metode ilmu-ilmu alam; akan tetapi melalui hermeneutika. Salah satu cara hermeneutika mempelajari masa lalu adalah melalui tulisan (teks). Namun pada perkembangannya, “teks” tidak lagi dimakani sebatas bahasa tulisan semata, akan tetapi berkembang dalam pengertian luas, seperi; tanda, simbol, ritual keagamaan, karya sastra, sejarah, psikologi dan lainnya.
Kini “tindakan yang bermakan”, seperti; tanda, simbol, sastra, sejarah, dll. itu juga dianggap sebagai teks. Karena tindakan yang bermakna tersebut memiliki karakter yang sama dengan “teks”, yang maknanya harus ditafsirkan.

Akan tetapi dalam menafsirkan masa lalunya melalui “teks”, pemahaman manusia selalu terbatas oleh cakrawalanya (horizon); terbatas oleh konteks sejarah di mana dan kapan dia hidup. Manusia senantiasa terjebak dalam kecenderungan cara pandangnya di masa kini. Maka dalam hal ini, menurut Dilthey (1833-1911), di sinilah pentingnya hermeneutika sebagai metode penafsiran. Di mana “makna” tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial-historisnya. Ya, saya setuju dengan ini…
Dalam menafsirkan sesuatu, manusia menghadapi dua permasalahan sentral, yaitu: (1) bagaimana mencapai kebenaran (obyektif), dan (2) terkait masalah prosedur penafsiran. Nah, bagaimana sebenarnya metode hermeneutika menjelaskan hal ini? Lantas apakah hermeneutika juga bertujuan mencapai penafsiran yang obyektif akan sebuah “teks”? atau ia hanya sebatas cara mendeskripsikan Dasein dalam temporalitas dan historikalitasnya? Lagi-lagi, saya tidak akan menjelaskan hal itu. Saya rasa anda bisa mempelajarinya sendiri. Anda pun bisa membuka lembar demi lembar halaman buku para pemikir yang saya sebutkan tadi. Itu pun jika anda mau, bukan?
Manakah yang disebut riil itu? Apakah tindakan yang bermakna, seperti teks, simbol, tanda, sastra, ritual keagamaan, sejarah, dan lainnya itu adalah sesuatu yang riil, atau setidaknya merepresentasikan realitas? Jika Hassan Hanafi mengatakan bahwa itu semua hanyalah sebuah “teks” yang menggambarkan realitas, dan bukan realitas itu sendiri, lantas yang mana yang disebut riil itu? O, rupanya anda mulai berfikir sekarang. Maafkan jika sedikit mengernyitkan dahi anda. Teruskanlah! Anda akan menemukan jawabannya. Tapi ingat, semakin anda ingin mencari tahu, anda akan menyadari, semakin dalam pula yang harus anda selami. Itu wajar, setidaknya anda bisa belajar, bukan? Nikmati sajalah hal tersebut!

Oleh: Faris alfadh